Saturday, October 17, 2015

** Cara menilai berita...

Bagaimana menilai suatu berita?
Benar atau tidakkah?


Dunia internet kini berkembang begitu pesat; ratusan juta orang Indonesia menikmatinya. Berita medis dan lainnya berseliweran lewat di HP kita. Puluhan per hari. Berita yang sudah beredar 6 tahun lalu pun masih juga bolak balik lewat di HP kita.  Bagaimana cara menilai suatu berita?

Saya memakai cara pikir ilmiah sbb.:
  1. Siapa yang menulis atau menyatakan pendapat tadi. Kalau ditulis Prof XX. Dr.XX, dst, anggap saja itu pandangan pribadi. Anggap belum tentu benar. Kemungkinan benar 10 - 20%. Lalu masih ada kemungkinan bahwa orang mencantumkan nama tadi untuk sekadar iseng, untuk meyakinkan orang. Percayalah... banyak orang iseng di dunia ini.
  2. Kalau tulisan dimuat di media kaliber internasional seperti New York Times, Newsweek, Times, Business News, dll., bobotnya naik berkali-kali lipat. Karena nama besar media tadi dipertaruhkan. Kalau wartawan itu ngawur, kemungkinan besar akan dipecat (beda dengan di Indonesia? Entah.) Jadi, kemungkinan benar 80 - 90%. Untuk luar begeri, kantor berita CBS saya anggap kurang terpercaya.
    Bagaimana untuk media di Indonesia? Kompas dan Tempo saya masukkan pada papan teratas. Dapat dipercaya karena melewati saringan yang bagus. Detik pada ranking kedua. Kadang tidak tepat karena terburu-buru. Juga kerena terlalu ingin menarik perhatian pembaca akan sensasi. Tribun juga demikian. Meski anak dari Kompas, berita diturunkan dengan amat cepat, sering kurang tersaring, (Tapi jangan salah: ranking nya di atas Kompas dalam hal jumlah pembaca).  
  3. Kalau sumbernya adalah jurnal ilmiah terkenal, seperti Lancet, New England Journal of Medicine, British Medical Journal, New Scientist, dst., kemungkinan benar 90 - 95%. 
    Saya katakan demikian karena majalah yang reputasinya tinggi sekalipun, seperti Lancet, pernah kebobolan, memuat cerita khayalan alias tipuan, seperti pada kasus "vaksin penyebab autisme" yang ditarik kembali oleh majalah tersebut (dokter penipu itu dicabut hak prakteknya, dikeluarkan dari IDI nya Inggris).
  4. Sumber yang juga dapat dipercaya adalah perkumpulan dokter di AS. Misalnya American Medical Association, American College of Cardiology (perkumpulan ahli jantung), American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG, ahli ginekologi), dll. Bobot perkataan satu orang profesor atau dokter yang dikutip di BB atau WA tentu berbeda dengan bobot asosiasi, yang didukung ribuan dokter dan profesor yang bergabung dalam asosiasi tadi. Sekalipun demikian, tetap saja anggap kemungkinan benarnya 95%. Hampir tiap bulan ada Breaking News yang mematahkan pendapat yang dipercaya ribuan dokter (contoh terakhir: suplemen kalsium baik berupa mineral anorganik ataupun organik tidak membantu kasus osteoporosis)..
(**Catatan: Kenapa saya selalu tulis dokter AS, asosiasi dokter AS, dst.?  Fans AS? Tidak... Tapi karena sumber ilmu kedokteran  di Indonesia [dan sebagian besar negara di dunia] itu berasal dari AS. Buku teksnya berasal  dari sana.)

Setelah melihat sumber berita (kalau ada), barulah saya menilainya berdasar pendidikan, pengalaman dan pendapat pribadi. 

** Pandai2lah menilai sesuatu. Banyak hal yang Anda kira tidak masalah disebarkan, menjadi masalah atau kematian orang lain.


1 comment: